30 Apr 2013


Abdul Gani A1B108256
Nor Henny A1B110223

REPRESENTASI KEKUASAAN DALAM TINDAK TUTUR PADA WACANA KELAS

 
A.    Representasi kekuasaan dalam Tindak Direktif
Tindak direktif amat potensial mempresentasikan kekuasaannya.Daya ilokusi tindak tutur ini menghendaki agar T melakukan sesuatu sesuai dengan maksud tuturan P.Dalam realisasinya, penggunaan tindak tutur ini mempresentasikan kekuasaan pemakainya.
1.Representasi Kekuasaan dalam Perintah
Sebagai salah satu jenis direktif, perintah (requirements) mempunyai karakteristik tertentu.Back dan Harnish (1979: 47) menyebutkan karakteristik perintah sebagai berikut.Di dalam menuturkan suatu tuturan tertentu, P memerintah T untuk melakukan sesuatu jika P mengekpresikan: (a) keyakinan bahwa tuturannya, di dalam otoritasnya terhdap T, merupakan alasan yang cukup bagi T untuk melakukan sesuatu; dan (b) maksud bahwa T melakukan sesuatu karena tuturan P.
Gejala itu juga terjadi ketika guru memberikan pengarahan tentang program pembelajaran, seperti pengarahan tentang materi pembelajaran yang akan dipelajari siswa dalam satu semester, sistem evaluasi yang akan dilaksanakan, maupun buku paket dan LKS yang harus disiapkan siswa.Dengan kata lain, ketika memberikan pengarahan menyangkut hal-hal yang dianggap urgen, guru cenderung menggunakan perintah langsung yang mempresentasikan kekuasaan dominatif.
Akan tetapi, jika dilihat dari konteks wacana kelas secara makro, gejala tersebut terkait dengan budaya dominatif yang masih banyak digunakan dalam sistem pembelajaran di persekolahan kita.Dalam budaya pembelajaran yang dominatif, aturan-aturan sekolah, materi pembelajaran, sistem evaluasi, dan buku-buku pelajaran cenderung ditentukan oleh sekolah atau guru.
Secara keseluruhan, para peserta tutur dalam wacana kelas lebih banyak menggunakan bentuk-bentuk perintah langsung.
Penggunaan perintah langsung mempunyai kadar restriksi lebih tinggi daripada perintah tak langsung.
Sifat dominatif kekuasaan itu semakin berkurang jika perintah itu menggunakan kata sapaan orang kedua Anda atau Saudara. 


2.Representasi Kekuasaan dalam Permintaan
Disamping bentuk perintah, guru dan siswa juga menggunakan direktif dengan bentuk permintaan (requestives).
Bila dibandingkan dengan perintah, permintaan mempunyai kadar restriksi lebih rendah sehingga kekuasaan yang direpresentasikan pun cenderung lebih humanis.

3.Representasi Kekuasaan dalam Larangan
Pada dasarnya direktif dengan larangan  (prohibitives) juga berisi perintah, tetapi perintah negatif, yaitu agar T tidak melakukan sesuatu.Sebagai salah satu bentuk direktif, larangan mempunyai karakteristik tersendiri.
Sebagaimana telah disinggung di depan bahwa daya rstriksi kekuasaan larangan cenderung tinggi.

4.Representasi Kekuasaan dalam Persilaan
Dalam wacana kelas juga sering terungkap penggunaan persilaan (premissives).Sebagai salah satu bentuk direktif, persilaan juga mempunyai karakteristik tertentu.Bach dan Harnish (1979: 47) menyebutkan karakteristik bentuk persilaan sebagai berikut. Ketika menuturkan tuturan tertentu, P mempersilakan T untuk melakukan sesuatu jika P mengekspresikan (a) keyakinan bahwa tuturannya, karena otoritasnya terhadap T, membolehkan T untuk melakukan sesuatu, dan (b) maksud bahwa T yakin jika tuturan P membolehkannya untuk melakukan sesuatu.

5.Representasi Kekuasaan dalam Saran
Saran (advisories) merupakan bentuk direktif yang banyak juga digunakan dalam wacana kelas.Kinerja verbal saran juga mempunyai cirri tertentu.Bach dan Harnish (1979: 48) memberikan ciri saran sebagai berikut.
Dalam wacana kelas, guru banyak menggunakan saran.Ditinjau dari maksudnya, berbagai saran digunakan guru dapat dipilah menjadi dua jenis.Pertama, saran yang dimaksudkan agar siswa melakukan sesuatu yang positif, misalnya perlunya menaati peraturan kelas, perlunya memiliki buku dan LKS, perlunya belajar dengan tekun.Kedua, saran yang dimaksudkan agar siswa tidak melakukan hal yang negatif, misalnya saran agar tidak membuat keonaran di kelas; saran agar siswa tidak terlambat masuk kelas; saran agar siswa tidak takut menampilkan gagasannya di kelas; saran agar siswa tidak terlambat dalam mengumpul tugas; saran agar tekun belajar.

6.Representasi Kekuasaan dalam Pertanyaan 
Pertanyaan tergolong salah satu bentuk direktif. Bach dan Harnish (1998: 47) menyatakan cirri pertanyaan sebagai berikut.Ketika menuturkan tuturan tertentu, P menanyai T apakah menjawab pertanyaan atau tidak jika P mengekspresikan: (a) keyakinan bahwa P menanyai T apakah menjawab pertanyaa atau tidak, dan (b) maksud bahwa P menyampaikan kepada T apakah menjawab pertanyaan atau tidak boleh karena keinginan P.
Sebagai salah satu bentuk direktif, pertanyaan juga berpotensi mempresentasikan kekuasaan.Daya ilokusi pertanyaan menghendaki T memberikan informasi sebagaimana dimaksudkan oleh tuturan P (Bach dan Harnish, 1989: 48).Bahkan, hasil kajian ini menunjukkan bahwa pertanyaan, sebagai salah satu bentuk ilokusi tak langsung, dapat mengimplikasikan perintah.

B.Representasi Kekuasaan dalam Tindak Asertif
Berdasarkan hasil kajian ini, asertif juga salah satu tindak tutur yang cukup potensial mempresentasikan kekuasaan, baik kekuasaan guru maupun kekuasaan siswa.Gejala iin terkait dengan karakteristik wacana kelasa sebagai domain pendidikan dan pembelajaran.Menurut Searle (1976), tindak tutur ini mempunyai fungsi untuk member tahu orang-orang mengenai sesuatu.Fungsi tersebut tentu sangat penting dalam wacana kelas karena proses transfer pengetahuan, keterampilan, dan sikap dalam proses pembelajaran tidak terlepas dari proses memberi tahu.

1.Representasi Kekuasaan dalam Menegaskan
Penggunaan tindak asertif dengan bentuk menegaskan (assert) banyak dijumpai dalam wacana kelas.Ditinjau dari perspektif etnografi komunikasi dari Hymes (1974), penggunaan tindak menegaskan terkait dengan berbagai tujuan, misalnya utnutk menghilangkan keragu-raguan, memberikan penekanan, memberikan klarifikasi, atau yang lain.



2.Representasi kekuasaan dalam menunjukkan
Tindak asertif dengan bentuk menunjukkan (suggest) banyak digunakan dalam wacana kelas.Daya ilokusi bentuk ini membuat T memahami atau mengetahui sesuatu sebagaimana ditunjukkan oleh tuturan P.

3.Representasi Kekuasaan dalam Mempertahankan
Tindak asertif dengan bentuk mempertahankan (maintain) juga banyak digunakan dalam wacana kelas.Bentuk mempertahankan lebih sering digunakan dalam kelas-kelas yang menrapkan teknik pembelajaran yang mendorong siswa secara aktif terlibat di dalam proses pembelajaran.Dalam proses diskusi, tanya jawab, atau sejenisnya bentuk mempertahankan sering digunakan.
Bagi guru, tindak mempertahankan ini ssering dilakukan ketika siswa mencoba memprtanyakan kebijakan atau pun materi pembelajaran yang diberikan.Bentuk mempertahankan yang dilakukan guru biasanya bukan dimaksudkan untuk dominasi, tetapi justru untuk menghindari terjadinya kesalahan pemahanan atau kesalahan konsep pada diri siswa.

4.Representasi Kekuasaan dalam Menilai
Tindak asertif dengan bentuk menilai (appraise) juga cukup menonjol penggunaannya dalam wacana kelas.Bentuk menilai biasanya diwujudkan dengan proposisi tertentu yang berisi argumen-argumen untuk menguatkan bentuk penilaiannya.
Dalam konteks wacana kelas, bentuk menilai ini bisa digunakan oleh guru atau pun siswa.Akan tetapi, yang sering ditemukan tindakan guru menilai siswa atau siswa menilai siswa lain, jarang ditemukan siswa  menilai guru, kecuali dimintai pendapat oleh guru.Aspek yang dinilai menyangkut pengetahuan, keterampilan, maupun sikap.

C.Representasi Kekuasaan dalam Tindak Ekspresif
Di samping tindak tutur asertif, tindak tutur ekspresif ternyata juga merepresentasikan kekuasaan guru dan kekuasaan siswa.Tindak tutur ekspresif merupakan bentuk tindak tutur yang menyatakan apa yang dirasakan oleh P.Dengan tindak tutur nin, P mengekspresikan keadaan-keadaan psikologis tentang pertanyaan-petanyaan rasa senang, rasa tidak senang, perasaan pedih, perasaan luka, perasaan gembira, perasaan duka, ucapan terima kasih, ucapan selamat.

24 Apr 2013


Analisis Wacana Perspektif Foucault
1.      Abdul Gani
NIM A1B108256
2.      Nor Henny
NIM A1B110223
Jakarta, C&R Digital - Setelah dinyatakan terbukti bersalah atas tuduhan perlakuan kekerasan, aktris Nikita Mirzani pun divonis empat bulan penjara dan dipotong 57 hari masa tahanan. Menghadapi hal itu, Niki, sapaan akrabnya, mengaku pasrah.
"Ya harus gimana lagi, ini memang harus dijalani. Kalau masuk ya sudah tinggal masuk. Kecewa saja akhirnya seperti ini," ungkapnya saat ditemui usai sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (24/04).
Lebih lanjut, bintang film Pokun Roxy ini mengaku kecewa lantaran keputusan majelis hakim yang dianggapnya tidak sesuai dengan fakta di persidangan.
"Perasaan Niki kecewa ya. Cuman itu doang," katanya.
Namun menurut kuasa hukum Nikita, Fahmi Bachid, vonis hakim bukanlah akhir dari perjuangan Niki untuk mencari keadilan.
"Ini bukan akhir dari perjuangan Niki buat cari keadilan. Dia masih punya hak melalui pengadilan tinggi," tuntas Fahm

Analisi Perspektif Foucault
1.      Wacana yang terjadi di masyarakat
Nikita mengaku pasrah karena dinyatakan terbukti bersalah oleh putusan pengadilan atas tuduhan perlakuan kekerasan yang dilakukannya, ia divonis empat bulan penjara dan dipotong 57 hari masa tahanan.

2.      Wacana dominan dan terpinggirkan
Wacana dominannya adalah Nikita divonis empat bulan penjara dan dipotong 57 hari masa tahanan karena perlakuan kekerasan. Sedangkan wacana yang terpinggirkan adalah sebenarnya Nikita telah melakukan perlakuan kekerasan seperti apa sehingga dia sampai divonis empat bulan penjara dan dipotong 57 hari masa tahanan.

3.      Pembatasan pandangan
Pandangan kita pada wacana di atas dibatasi karena yang diungkap di atas hanyalah vonis empat bulan dan dipotong 57 hari masa tahanan yang dijatuhkan hakim pengadilan kepada Nikita tetapi Nikita pasrah saja dengan putusan tersebut dan menganggap putusan itu tidak sesuai dengan fakta persidangan.

4.      Efek wacana berita setelah dipublikasikan
Efek yang terjadi di masyarakat adalah masyarakat menganggap bahwa Nikita memang terbukti bersalah karena melakukan perlakuan kekerasan yang dilakukannya.